_Matrikulasi Ibu Profesional Sesi #6_ *Motivasi Bekerja Ibu*
_Matrikulasi Ibu Profesional Sesi #6_
*Motivasi
Bekerja Ibu*
Ibu rumah tangga adalah sebutan yang biasa
kita dengar untuk ibu yang bekerja di ranah domestik. Sedangkan Ibu Bekerja
adalah sebutan untuk ibu yang bekerja di ranah publik. Maka melihat definisi di
atas, sejatinya semua ibu adalah *_ibu bekerja_* yang wajib professional
menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik.
Apapun ranah bekerja yang ibu pilih,
memerlukan satu syarat yang sama, yaitu
kita harus “SELESAI” dengan management rumah
tangga kita
Kita harus merasakan rumah kita itu lebih
nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga anda yang memilih sebagai ibu
yang bekerja di ranah domestik, akan lebih professional mengerjakan pekerjaan
di rumah bersama anak-anak. Anda yang Ibu Bekerja di ranah publik, tidak akan
menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah
domestik.
Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah
motivasi kita bekerja ?
Apakah masih *ASAL KERJA*, menggugurkan kewajiban saja?
Apakah didasari sebuah *KOMPETISI* sehingga selalu ingin bersaing dengan orang/ keluarga
lain?
Apakah karena *PANGGILAN HATI* sehingga anda merasa ini bagian dari peran anda
sebagai Khalifah?
Dasar motivasi tersebut akan sangat
menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga dan pekerjaan kita.
Kalau anda masih “ASAL KERJA” maka yang
terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, anda menganggap pekerjaan
ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan.
Kalau anda didasari “KOMPETISI”, maka yang
terjadi anda stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses
Kalau anda bekerja karena “PANGGILAN HATI” ,
maka yang terjadi anda sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan
yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa
_MENGELUH_.
*Ibu Manajer Keluarga*
Peran Ibu sejatinya adalah seorang manager
keluarga, maka masukkan dulu di pikiran kita
*_Saya Manager Keluarga_*
kemudian bersikaplah, berpikirlah selayaknya
seorang manager.
Hargai diri anda sebagai manager keluarga,
pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas anda
sebagai manager keluarga.
Rencanakan segala aktivitas yang akan anda
kejakan baik di rumah maupun di ranah publik, patuhi
Buatlah skala prioritas
Bangun Komitmen dan konsistensi anda dalam
menjalankannya.
*Menangani Kompleksitas Tantangan*
Semua ibu, pasti akan mengalami kompleksitas
tantangan, baik di rumah maupun di tempat kerja/organisasi, maka ada beberapa
hal yang perlu kita praktekkan yaitu :
a.
PUT FIRST THINGS FIRST
Letakkan
sesuatu yang utama menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama
tentulah anak dan suami. - Buatlah perencanaan sesuai skala prioritas anda hari
ini - aktifkan fitur gadget anda sebagai organizer dan reminder kegiatan kita.
b. ONE
BITE AT A TIME
Apakah
itu one bite at a time? Lakukan setahap demi setahap -Lakukan sekarang -Pantang
menunda dan menumpuk pekerjaan
c. DELEGATING
Delegasikan
tugas, yang bisa didelegasikan, entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke
asisten rumah tangga kita.Ingat anda adalah manager, bukan menyerahkan begitu
saja tugas anda ke orang lain, tapi anda buat panduannya, anda latih, dan
biarkan orang lain patuh pada aturan anda_*
_Latih-percayakan-kerjakan-ditingkatkan-latihlagi-percayakan
lagi-ditingkatkan lagi begitu seterusnya_
Karena pendidikan anak adalah dasar utama
aktivitas seorang ibu, maka kalau anda memiliki pilihan untuk urusan delegasi
pekerjaan ibu ini, usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke
orang lain adalah pilihan paling akhir.
*Perkembangan
Peran*
Kadang ada pertanyaan, sudah berapa lama jadi
ibu? Kalau sudah melewati 10.000 jam terbang seharusnya kita sudah menjadi
seorang ahli di bidang manajemen kerumahtanggaan. Tetapi mengapa tidak? Karena
selama ini kita masih
*_SEKEDAR
MENJADI IBU_*
Ada beberapa hal yang bisa bunda lakukan
ketika ingin meningkatkan kualitas bunda agar tidak sekedar menjadi ibu lagi,
antara lain:
Mungkin saat ini kita adalah kasir keluarga,
setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang
sudah habis, tapi gajian bulan berikutnya masih panjang.
Maka tingkatkan ilmu di bidang perencanaan
keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi “managjer keuangan keluarga.
Mungkin kita adalah seorang koki keluarga,
tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Dan masih sekedar menggugurkan
kewajiban saja. Bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak.Sudah itu saja, hal ini
membuat kita jenuh di dapur.
Mari kita cari ilmu tentang manajer gizi
keluarga, dan terjadilah perubahan peran.
Saat anak-anak memasuki dunia sekolah,
mungkin kita adalah tukang antar jemput anak sekolah. Hal ini membuat kita
tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak, karena ternyata aktivitas
rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu –ibu yang seprofesi antar
jemput anak sekolah.
Mari kita cari ilmu tentang pendidikan anak,
sehingga meningkatkan peran saya menjadi “manajer pendidikan anak”.
Anak-anakpun semakin bahagia karena mereka
bisa memilih berbagai jalur pendidikan tidak harus selalu di jalur formal.
Cari peran apalagi, tingkatkan lagi…..dst
Jangan sampai kita terbelenggu dengan
rutinitas baik di ranah publik maupun di ranah domestik, sehingga kita sampai
lupa untuk meningkatkan kompetensi kita dari tahun ke tahun.
Akhirnya yang muncul adalah kita melakukan
pengulangan aktivitas dari hari ke hari tanpa ada peningkatan kompetensi.
Meskipun anda sudah menjalankan peran selama 10.000 jam lebih, tidak akan ada
perubahan karena kita selalu mengulang hal-hal yang sama dari hari ke hari dan
tahun ke tahun.
Hanya ada satu kata
*BERUBAH
atau KALAH*
Salam Ibu Profesional,
/Tim Matrikulasi IIP/
SUMBER BACAAN_:
Institut Ibu Profesional, Bunda Cekatan,
sebuah antologi perkuliahan IIP, 2015_
Hasil diskusi Nice Homework Matrikulasi IIP
Batch #3, 2017_
Irawati Istadi, Bunda Manajer Keluarga,
halaman featuring, Success Mom's Story: Zainab Yusuf As'ari, Amelia Naim, Septi
Peni, Astri Ivo, Ratih Sanggarwati, Okky Asokawati,Fifi Aleyda Yahya, Oke Hatta
Rajasa, Yoyoh Yusroh, Jackie Ambadar, Saraswati Chasanah, Oma Ary Ginanjar,
Pustaka Inti, 2009_
SESI
TANYA-JAWAB
1) Bagaimana
dengan kondisi ibu yang harus bekerja karena masalah ekonomi, kemudian
mendelegasikan pengasuhan anak kepada ayahnya? Banyak kasus seperti ini,
walaupun kelihatannya dari luar baik2 saja kondisi rumah tangganya. -Anita
Salam-
Jawaban:
Jawaban:
Mba anita, jika ibu dan ayah *sudah
sepakat* untuk mendelegasikan pengasuhan anak kepada ayah karena masalah
ekonomi yg mendesak dan mau tidak mau ibu yg harus bekerja, tidak masalah mba.
Tetapi, ibu *tidak bisa menyerahkan sepenuhnya* soal pendidikan anak kepada
ayah, ibu tetap harus ambil bagian. Ibu harus bisa memanfaatkan waktu yg ada
sebaik mungkin untuk berinteraksi dan mendidik anak. Memang prakteknya tidak
mudah, tetapi jika bersungguh sungguh melaksanakannya (biasanya ada yg
dikorbankan seperti waktu istirahat berkurang), insyaAllah semua bisa di handle
dg baik.
Jika ibu merasa terlalu lelah, selalu
diskusikan dg suami dan anak, tanya pendapat mereka dan apa solusinya. ✅
2) Sebagai
yang masih single dan tinggal bersama orangtua biasanya berbagi tugas pekerjaan
rumah antara mama, saya dan juga adik perempuan ketika bertiga dirumah. Nah
saya termasuk nggak mahir di bidang masak-memasak terutama byk yg bilang tangan
saya kaku banget walau hanya memegang sebilah pisau untuk urusan mengupas
misalnya. Dan hal itu membuat saya nggak pede kelak menjadi istri dan ibu yang
harus menjadi manajer handal bagi keluarga untuk satu pekerjaan, bereksperimen
di dapur. Terlebih mama termasuk yang nggak mau urusan memasak jadi
bertele-tele hanya karena saya, jadi apakah harus belajar lebih ekstra untuk
hal ini, atau menggali saja bakat lain agar keterbatasan yg satu ini
teratasi?? -Eka-
Jawaban:
mba eka, kita sama mba 😊 dulu sebelum menikah, saya juga tidak bisa memasak. Memasak selalu mama dan kakak saya yg handle, sehingga setelah menikah dan jauh dari orang tua, mau nggak mau saya harus bisa memasak walaupun tidak expert. Suami saya tipe orang yg suka makan masakan dirumah. 1 bulan pertama, masakan saya sering gosong. Tapi saya banyak belajar dari itu dan akhirnya saya bisa walaupun tidak expert. Dari situ saya mengambil kesimpulan bahwa memasak bukan perkara mahir atau tidak, tapi mau belajar dan praktek atau tidak 😊 Jika memasak memang bukan hal yg mba sukai, mba cukup belajar sampai level "bisa" aja dan mba bisa menggali dan mengoptimalkan bakat yg lain. Yg terpenting jika sudah menikah nanti, ungkapkan ke suami kalau kita hanya bisa memasak. Diskusikan kepada suami apakah beliau bisa terima (tidak minta masakan yg kita tidak sanggup membuatnya). Kalau bisa, alhamdulillah. Kalau tidak, tanyakan alasannya dan cari solusinya bersama.
mba eka, kita sama mba 😊 dulu sebelum menikah, saya juga tidak bisa memasak. Memasak selalu mama dan kakak saya yg handle, sehingga setelah menikah dan jauh dari orang tua, mau nggak mau saya harus bisa memasak walaupun tidak expert. Suami saya tipe orang yg suka makan masakan dirumah. 1 bulan pertama, masakan saya sering gosong. Tapi saya banyak belajar dari itu dan akhirnya saya bisa walaupun tidak expert. Dari situ saya mengambil kesimpulan bahwa memasak bukan perkara mahir atau tidak, tapi mau belajar dan praktek atau tidak 😊 Jika memasak memang bukan hal yg mba sukai, mba cukup belajar sampai level "bisa" aja dan mba bisa menggali dan mengoptimalkan bakat yg lain. Yg terpenting jika sudah menikah nanti, ungkapkan ke suami kalau kita hanya bisa memasak. Diskusikan kepada suami apakah beliau bisa terima (tidak minta masakan yg kita tidak sanggup membuatnya). Kalau bisa, alhamdulillah. Kalau tidak, tanyakan alasannya dan cari solusinya bersama.
Itu yg saya lakukan ke suami
sekarang, alhamdulillah suami paham 😊walaupun kadang saya mencoba untuk membuatkan
masakan yg ia inginkan untuk menyenangkan suami, kadang saya juga dibantu oleh
suami ✅
3) Beberapa
tahun silam suami saya pernah membuat pernyataan ini, istri itu ya sebaiknya
bisa jadi 'back up' suami, maksudnya dalam hal keuangan keluarga (misalkan
suami sakit hingga belum bisa kerja atau bahkan meninggal). Alhamdulillah
sampai hari ini Allah masih mencukupkan rizqi kami sehingga saya masih bisa
full di rumah. Kalaupun satu dua kali saya mencoba 'jualan' sesuatu itupun
uangnya kembali ke saya, katakanlah coba2 lah. Setelah mengikuti kelas demi
kelas di IIP ini, memang saya mendapat pencerahan luar biasa, terutama urusan
prioritas dan saya ingin memperbaiki urusan pendidikan serta tumbuh kembang
anak2. Disisi lain hati saya masih 'terngiang' ucapan suami saya. Memang
rizqi itu sudah ditetapkan, begitu pula maut. Hanya saja kadang saya
membayangkan bagaimana kalau suami berpulang duluan, sementara saya belum
menemukan jalan menjemput rizqi yang lain? Bolehkan kita mempunyai pikiran
semacam ini? Terima kasih -Prita-
Jawaban:
kalau hanya sebatas punya pemikiran semacam itu, wajar mba. Kita sebagai manusia memang dianugrahkan kemampuan berpikir. Tapi menjadi tidak wajar jika kita tidak percaya dg janji Allah yg sudah menjamin rezeki kita ada atau tidak ada suami asalkan kita mau berusaha. Sekiranya sekarang Allah masih mencukupkan rezeki lewat suami, mba bisa fokus ke anak. Kalau di iip, prinsipnya *Be a profesional, rejeki will follow* Bisa ditiru langkah bu Septi, totalitas saat membersamai anak2nya. Hasilnya "jarimatika, abaca, jari qur'an & proyek2 keluarga yg skrg sdg berkembang" ✅
kalau hanya sebatas punya pemikiran semacam itu, wajar mba. Kita sebagai manusia memang dianugrahkan kemampuan berpikir. Tapi menjadi tidak wajar jika kita tidak percaya dg janji Allah yg sudah menjamin rezeki kita ada atau tidak ada suami asalkan kita mau berusaha. Sekiranya sekarang Allah masih mencukupkan rezeki lewat suami, mba bisa fokus ke anak. Kalau di iip, prinsipnya *Be a profesional, rejeki will follow* Bisa ditiru langkah bu Septi, totalitas saat membersamai anak2nya. Hasilnya "jarimatika, abaca, jari qur'an & proyek2 keluarga yg skrg sdg berkembang" ✅
4) Dalam
menjadi ibu manajer yang handal, sudah diniatkan dan direncanakan terutama cara
pengasuhan anak. Seringkali saya merasa frustasi karena terbentur konflik
dengan orangtua, mertua bahkan berbeda pendapat dengan suami. Bagaimana dalam
mengatasi hal tersebut ? Dalam pelaksanaan tugas sebagai ibu, sering merasa
tugas tiada habisnya, energi habis terkuras, depresi dan kelelahan baik fisik
dan batin dan merasa bagaimana solusi baiknya dan apa ada teknik cepat
mengatasi saat rasa frustasi mengerjakan tugas sebagai ibu mulai timbul ?
Ayuningdyah-
Jawaban:
mba ayu, kalau saya pribadi, salah satu teknik paling cepat mengatasi saat fruatasi itu datang yaitu langsung menenangkan diri. Bisa dikamar ataupun ditempat tempat yg membuat kita tenang. Jika kita sedang bersama suami, anak atau orang lain, minta izin untuk membiarkan kita menenangkan diri sebentar. Setelah sudah tenang, cari akar masalah yg membuat kita frustasi, uraikan masalahnya dan temukan solusinya satu per satu. *Fokuslah pada solusi, bukan pada masalah. Kadang kita sebagai perempuan, suka sensitif dan berlarut larut dalam rasa frustasi sehingga sering menyakiti perasaan sendiri. Nah, disinilah tugas kita menenangkan diri terlebih dahulu supaya bisa berpikiran jernih. Sebagai perempuan, kita butuh untuk mengungkapkan "uneg uneg" kita dalam bentuk tulisan atau kata kata. Kalau saya pribadi sering minta kepada suami untuk mengeluarkan "uneg uneg" saya. Saya minta suami untuk mendengarkan dulu sampai saya meluapkan semuanya, kemudian membantu saya menemukan solusi dari masalah masalah tadi. Jadi pak suami sekalian latihan sabar mendengarkan istrinya 😅
mba ayu, kalau saya pribadi, salah satu teknik paling cepat mengatasi saat fruatasi itu datang yaitu langsung menenangkan diri. Bisa dikamar ataupun ditempat tempat yg membuat kita tenang. Jika kita sedang bersama suami, anak atau orang lain, minta izin untuk membiarkan kita menenangkan diri sebentar. Setelah sudah tenang, cari akar masalah yg membuat kita frustasi, uraikan masalahnya dan temukan solusinya satu per satu. *Fokuslah pada solusi, bukan pada masalah. Kadang kita sebagai perempuan, suka sensitif dan berlarut larut dalam rasa frustasi sehingga sering menyakiti perasaan sendiri. Nah, disinilah tugas kita menenangkan diri terlebih dahulu supaya bisa berpikiran jernih. Sebagai perempuan, kita butuh untuk mengungkapkan "uneg uneg" kita dalam bentuk tulisan atau kata kata. Kalau saya pribadi sering minta kepada suami untuk mengeluarkan "uneg uneg" saya. Saya minta suami untuk mendengarkan dulu sampai saya meluapkan semuanya, kemudian membantu saya menemukan solusi dari masalah masalah tadi. Jadi pak suami sekalian latihan sabar mendengarkan istrinya 😅
Jika kita perlu melibatkan anak untuk
mengatasi masalah kita tadi, buatlah forum keluarga, curhat dan cari solusinya
bersama.Intinya perasaan yg membuat kita frustasi, jangan dipendam sendiri dan
larut dalam perasaan itu. Segera cari akar masalah dan solusinya✅
5) Assalamualaikum.
Menjadi ibu rmh tangga adalah pilihan saya, dan saya sadar ini pilihan benar untuk
saya dan keluarga. Tapi saya masih sering jenuh. Bahkan seperti seorang yg
kehilangan arah. Terkadang saya bingung antara menentukan prioritas aktivitas
yg harus dikerjakan, apakah memasak (agar suami nyaman drmh n lbh ngirit)
ataukah mengurus anak2 dan menemani mereka bermain. Bagaimana ini mbak? Mohon
solusina, maaf njlimet -Endah-
Jawaban:
Intinya, bicarakan dgn suami "pilih rumah rapi, makanan hangat terhidang, atau rumah boleh agak berantakan, makanan praktis tp bergizi dan anak2 tertangani dengan baik?" Untuk manajemen waktu, gunakan skala prioritas dan kandang waktu. Nanti di nhw#6 akan terjawab. Saya coba share bagaimana bu septi memberikan contoh tentang hal ini. Jawaban bu septi di kelas matrikulasi pengurus iip november lalu : "tetapkan prioritas terlebih dahulu, dan lakukan secara bertahap sedikit demi sedikit. Saya berikan contoh yg saya lakukan saat enes ara kecil ( jarak mereka 15 bln) dan saya tanpa ART Saya komunikasikan dulu ke pak dodik, mana kondisi dari ketiga hal ini yg paling membuat pak dodik bahagia, silakan diurutkan.
Intinya, bicarakan dgn suami "pilih rumah rapi, makanan hangat terhidang, atau rumah boleh agak berantakan, makanan praktis tp bergizi dan anak2 tertangani dengan baik?" Untuk manajemen waktu, gunakan skala prioritas dan kandang waktu. Nanti di nhw#6 akan terjawab. Saya coba share bagaimana bu septi memberikan contoh tentang hal ini. Jawaban bu septi di kelas matrikulasi pengurus iip november lalu : "tetapkan prioritas terlebih dahulu, dan lakukan secara bertahap sedikit demi sedikit. Saya berikan contoh yg saya lakukan saat enes ara kecil ( jarak mereka 15 bln) dan saya tanpa ART Saya komunikasikan dulu ke pak dodik, mana kondisi dari ketiga hal ini yg paling membuat pak dodik bahagia, silakan diurutkan.
1. Anak terurus dengan sangat baik
2. Makanan terhidangkan fresh dari
tangan saya
3. Rumah rapi
6)
Ternyata pak dodik memilih urutan 1-3-2 akhirnya
saya minta waktu per 3 bulanan unt bisa belajar setahap demi setahap dan satu
persatu.Maka pahami kemampuan diri kita, komunikasikan dg orang sekeliling
kita, terurama yg masuk di lingkaran 1 kita. ✅
7) Terkait
dgn mendelegasikan, Jika mendelegasikan ke orang lain membutuhkan biaya
yang lebih besar namun jika dikerjakan sendiri akhirnya menghabiskan waktu utk
mengerjakan yang rutin bagaimana? -Astri-
Jawaban:
iya mba, makanya perlajaran pertama di tahapan ibu profesional (bunda sayang, bunda cekatan, bunda produktif dan bunda salehah) itu adalah komunikasi produktif. jadi bu ibu, sayang banget kalau nggak segera menyelesaikan kelas matrikulasi ini (jangan sampai ngulang supaya bisa lanjut di kelas bunda sayang) 😊. jika hal yg didelegasikan itu terkait dengan pekerjaan dirumah tangga, cobalah terlebih dahulu untuk berbagi peran dg anggota keluarga lainnya mba (suami dan anak).Jika memang tidak bisa dan diri kita sendiri sudah menerapkan manajemen waktu dengan baik tetapi tetap tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan, maka mintalah pemahaman kepada keluarga mana hal yg paling penting untuk dikerjakan ✅
iya mba, makanya perlajaran pertama di tahapan ibu profesional (bunda sayang, bunda cekatan, bunda produktif dan bunda salehah) itu adalah komunikasi produktif. jadi bu ibu, sayang banget kalau nggak segera menyelesaikan kelas matrikulasi ini (jangan sampai ngulang supaya bisa lanjut di kelas bunda sayang) 😊. jika hal yg didelegasikan itu terkait dengan pekerjaan dirumah tangga, cobalah terlebih dahulu untuk berbagi peran dg anggota keluarga lainnya mba (suami dan anak).Jika memang tidak bisa dan diri kita sendiri sudah menerapkan manajemen waktu dengan baik tetapi tetap tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan, maka mintalah pemahaman kepada keluarga mana hal yg paling penting untuk dikerjakan ✅
8)
1. Dalam poin, *Motivasi Bekerja Ibu*, disitu
ada kalimat pamungkas bahwa untuk bekerja (entah di luar rumah atau di dalam
rumah), *kita harus SELESAI dalam manajemen rumah tangga* dalam artian semua
sudah beres dan terkendali secara profesional.Nah, justru yang saya alami
adalah kesulitan dalam memenej waktu. Karena terkadang ingin
"kualitas" namun pengerjaannya lama.
Dan saya juga agak bingung dengan
prioritas, karena punya dua balita cukup mengambil porsi lebih. Terkadang saya
sedang mengerjakan sesuatu yang penting urusan domestik, tapi salah satu anak
memanggil dan butuh saya, atau kadang mereka bermain yang harus ada
"pawangnya", atau kadang lagi sibuk2nya harus melerai mereka yang
berebut mainan misalnya.Jadi pekerjaan yang harusnya sudah selesai, justru
mengambil porsi waktu untuk pekerjaan selanjutnya, dan imbasnya akan ada
kerjaan yang tertunda.Bagaimanakah cara mengatasinya?
2. Soal aplikasi organizer &
reminder, adakah yang bersedia berbagi tentang pengalaman menggunakan aplikasi
tersebut?Saya udah install salah satu app organizer (rekomendasi Mba Annisa),
tapi masih belum kebayang efektivitas penggunaannya, trus apakah ada apps lain
yang lebih efektif & efisien?Mohon pencerahan Mba Fasils & teman-teman
3. Adakah tips & trick dari Mba
Fasilitator & teman-teman, tentang bagaimana mengatur jadwal sehari2 agar
benar2 kita taati secara disiplin.Intinya, how to be discipline? Terutama buat
ibu dua balita tanpa IRT. -Cici-
Jawaban:
1. Mba cici, untuk kasus pertama, sudah terjawab di jawaban no.5 ya mba :)
1. Mba cici, untuk kasus pertama, sudah terjawab di jawaban no.5 ya mba :)
sedikit tambahan, tidak semua yg kita
rencanakan harus sesuai dg realisasi karena manusia hanya berencana dan
berusaha. Pekerjaan tertunda karena satu dan lain hal itu biasa. menjadi tidak
biasa jika terjadi terus menerus. ini yg harus dievaluasi. perbaiki lagi *skala
prioritas dan kandang waktu*
2.
Soal aplikasi dan reminder, saya gunakan dari yg paling sederhana yaitu
kalender yg bisa menambahkan aktivitas disetiap jamnya dan mengaktifkan
alarmnya. nah, disini kita harus berlatih *konsisten* terhadap *kandang waktu*
Untuk manajemen waktu, gunakan skala
prioritas dan kandang waktu. Nanti di nhw#6 akan terjawab ya mba ✅
Komentar
Posting Komentar