_Matrikulasi Institut Ibu Profesional batch #3, sesi #7_ *REJEKI ITU PASTI, KEMULIAAN HARUS DICARI*
_Matrikulasi Institut Ibu Profesional batch
#3, sesi #7_
*REJEKI
ITU PASTI, KEMULIAAN HARUS DICARI*
Alhamdulillah setelah melewati dua
tahapan “Bunda Sayang” dan “Bunda Cekatan” dalam proses pemantasan diri
seorang ibu dalam memegang amanah-Nya, kini sampailah kita pada tahapan “Bunda
Produktif”.
*_Bunda Produktif adalah bunda yang
senantiasa menjalani proses untuk menemukan dirinya, menemukan “MISI
PENCIPTAAN” dirinya di muka bumi ini, dengan cara menjalankan aktivitas yang membuat
matanya “BERBINAR-BINAR* "
Sehingga muncul semangat yang luar biasa
dalam menjalani hidup ini bersama keluarga dan sang buah hati.
Para Ibu di kelas Bunda Produktif
memaknai semua aktivitas sebagai sebuah proses ikhtiar menjemput rejeki.
Mungkin kita tidak tahu dimana rejeki kita,
tapi rejeki akan tahu dimana kita berada.
Sang Maha Memberi Rejeki sedang
memerintahkannya untuk menuju diri kita”
*_Allah berjanji menjamin rejeki kita, maka
melalaikan ketaatan pada-Nya, mengorbankan amanah-Nya, demi
mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminnya adalah kekeliruan besar_*
Untuk itu Bunda Produktif sesuai dengan value
di Ibu Profesional adalah
*_bunda yang akan berikhtiar menjemput
rejeki, tanpa harus meninggalkan amanah utamanya yaitu anak dan keluarga_*
Semua pengalaman para Ibu Profesional
di Bunda Produktif ini, adalah bagian aktivitas amalan para bunda untuk
meningkatkan sebuah *KEMULIAAN* hidup.
“ *_Karena REJEKI itu PASTI, KEMULIAAN lah
yang harus DICARI_* "
Apakah dengan aktifnya kita sebagai ibu di
dunia produktif akan meningkatkan kemuliaan diri kita, anak-anak dan keluarga?
Kalau jawabannya” iya”, lanjutkan. Kalau jawabannya” tidak” kita perlu
menguatkan pilar “bunda sayang” dan “bunda cekatan”, sebelum masuk ke pilar
ketiga yaitu “bunda produktif”.
Tugas kita sebagai Bunda Produktif bukan
untuk mengkhawatirkan rizqi keluarga, melainkan menyiapkan sebuah jawaban “Dari
Mana” dan “Untuk Apa” atas setiap karunia yang diberikan untuk anak dan
keluarga kita.
Maka
*_Bunda produktif di Ibu Profesional tidak
selalu dinilai dengan apa yang tertulis dalam angka dan rupiah, melainkan apa
yang bisa dinikmati dan dirasakan sebagai sebuah kepuasan hidup, sebuah
pengakuan bahwa dirinya bisa menjadi Ibu yang bermanfaat bagi banyak orang_*
Menjadi Bunda Produktif, tidak bisa dimaknai
sebagai mentawakkalkan rejeki pada pekerjaan kita.
Sangat keliru kalau kita sebagai Ibu sampai
berpikiran bahwa rejeki yang hadir di rumah ini karena pekerjaan kita.
*_Menjadi produktif itu adalah bagian dari
ibadah, sedangkan rejeki itu urusan-Nya_*
Seorang ibu yang produktif itu agar bisa,
1.
menambah syukur,
2.
menegakkan taat 3⃣berbagi
manfaat.
*_Rejeki tidak selalu terletak dalam
pekerjaan kita, Allah berkuasa meletakkan sekendak-Nya_*
Maka segala yang bunda kerjakan di Bunda
Produktif ini adalah sebuah ikhtiar, yang wajib dilakukan dengan
sungguh-sungguh (Profesional).
Ikhtiar itu adalah sebuah laku perbuatan,
sedangkan Rejeki adalah urusanNya.
Rejeki itu datangnya dari arah tak
terduga, untuk seorang ibu yang menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh
dan selalu bertaqwa. Rejeki hanya akan menempuh jalan yang halal, maka para
Bunda Produktif perlu menjaga sikap saat menjemputnya,
Ketika sudah mendapatkannya ,jawab pertanyaan
berikutnya “ Buat Apa?”. Karena apa yang kita berikan ke anak-anak dan
keluarga, halalnya akan dihisab dan haramnya akan diazab.
Salam Ibu Profesional,
/Tim Matrikulasi Ibu Profesional/
Sumber bacaan_:
Antologi para Ibu Profesional, BUNDA
PRODUKTIF, 2014_
Ahmad Ghozali, Cashflow Muslim, Jakarta,
2010_
Materi kuliah rutin Ibu Profesional, kelas
bunda produktif, Salatiga, 2015_
SESI
TANYA-JAWAB
Pertanyaan ke 1
Apakah ada indikator seorang ibu yg bekerja
diranah domestik bisa dikatakan produktif dalam kehidupan rumah
tangganya?
-Arum Puji-
-Arum Puji-
Jawab :
Mb Arum, Ibu yang bekerja di ranah domestik
dapat dikatakan produktif dalam kehidupan rumahtangganya kala pikiran, waktu
dan tenaganya dicurahkan sepenuhnya untuk keluarga, sehingga anak-anak terurus
baik, rumah tertata rapi, suami terperhatikan lahir-batin. Semua itu memang
tidak akan dapat diukur dalam bentuk materi, namun kepuasan dan kebanggaan yang
dirasa oleh si Ibu itulah yang menjadi sumber produktifitasnya.
Bunda produktif di Ibu Profesional tidak selalu dinilai dengan apa yang tertulis dalam angka dan rupiah, melainkan apa yang bisa dinikmati dan dirasakan sebagai sebuah kepuasan hidup, sebuah pengakuan bahwa dirinya bisa menjadi Ibu yang bermanfaat bagi banyak orang ✅
Bunda produktif di Ibu Profesional tidak selalu dinilai dengan apa yang tertulis dalam angka dan rupiah, melainkan apa yang bisa dinikmati dan dirasakan sebagai sebuah kepuasan hidup, sebuah pengakuan bahwa dirinya bisa menjadi Ibu yang bermanfaat bagi banyak orang ✅
Pertanyaan ke 2 :
1. Apa yang seharusnya kita lakukan, jika dalam kondisi keluarga (ibu) sakit yang butuh kehadiran kita, tetapi kita juga punya tugas pekerjaan yang berkaitan dengan profesionalitas kita sebagai karyawan. Mana yang didahulukan?
2. Untuk suami kalau istri tidak mengizinkan suami tugas luar Kota (hitungan tahun) mana yang diprioritaskan mengikuti keinginan istri atau kantor?
-Anita Salam-
1. Apa yang seharusnya kita lakukan, jika dalam kondisi keluarga (ibu) sakit yang butuh kehadiran kita, tetapi kita juga punya tugas pekerjaan yang berkaitan dengan profesionalitas kita sebagai karyawan. Mana yang didahulukan?
2. Untuk suami kalau istri tidak mengizinkan suami tugas luar Kota (hitungan tahun) mana yang diprioritaskan mengikuti keinginan istri atau kantor?
-Anita Salam-
Jawab :
1. Mbak Anita, semua mari kita kembalikan ke pemikiran dasarnya ya. Inget materi tadi pagi? “ REJEKI itu PASTI, KEMULIAAN lah yang harus DICARI "
Apakah dengan aktifnya kita sebagai karyawan yang profesional, akan meningkatkan kemuliaan diri sebagai seorang anak kepada Ibundanya? Jika jawabannya "ya", silakan dilanjutkan. Jika jawabannya "tidak", mari dipikirkan kembali lebih baik mengurus ibunda kemudian mendapatkan do'a dan ridho beliau atau bersikeras menjadi karyawan yang profesional 🙂
1. Mbak Anita, semua mari kita kembalikan ke pemikiran dasarnya ya. Inget materi tadi pagi? “ REJEKI itu PASTI, KEMULIAAN lah yang harus DICARI "
Apakah dengan aktifnya kita sebagai karyawan yang profesional, akan meningkatkan kemuliaan diri sebagai seorang anak kepada Ibundanya? Jika jawabannya "ya", silakan dilanjutkan. Jika jawabannya "tidak", mari dipikirkan kembali lebih baik mengurus ibunda kemudian mendapatkan do'a dan ridho beliau atau bersikeras menjadi karyawan yang profesional 🙂
2. Wah, bukannya terbalik ya? Sebagai seorang
istri selayaknyalah selalu mendampingi suami di manapun dan dalam kondisi
apapun. Namun, jika keadaan tidak memungkinkan (misal: istri juga bekerja dan
merasa keberatan untuk meninggalkan pekerjaannya karena satu dan lain sebab yang
syar'i), komunikasikanlah jalan yang terbaik dengan suami. Ingat, kuncinya
tetap "komunikasi" yaa. ✅
Pertanyaan ke 3:
Assallamualaikum
Bagaimana menghadapi dilema antara memenuhi kewajiban berbakti sebagai anak (bekerja karena orangtua menyayangkan gelar kita dan meneruskan usaha orangtua) dan mengikuti panggilan hati kita untuk mengasuh anak anak dengan menjadi ibu profesional di rumah ?
Terimakasih
-ayuningdyah-
Assallamualaikum
Bagaimana menghadapi dilema antara memenuhi kewajiban berbakti sebagai anak (bekerja karena orangtua menyayangkan gelar kita dan meneruskan usaha orangtua) dan mengikuti panggilan hati kita untuk mengasuh anak anak dengan menjadi ibu profesional di rumah ?
Terimakasih
-ayuningdyah-
Jawab:
wa'alaikumussalam mb Ayu. Pada awalnya tentu akan menjadi dilema yang amat sangat besar, terutama jika orangtua merasa sudah berkorban terlalu banyak untuk membiayai pendidikan bagi putra-putrinya serta berharap anaknya sukses dengan bekal pendidikan tersebut. Kuncinya, "komunikasikan" dengan orangtua, alasan kenapa tidak bisa mengikuti kehendak orangtua yang ingin kita bekerja. Di sisi lain, bersungguh-sungguhnya dalam proses pengasuhan anak-anak sesuai janji kita, sehingga kelak orangtua merasa bahwa pilihan kita benar. Masalah meneruskan usaha orangtua, barangkali bisa dilakukan oleh oranglain yang lebih profesional dan mbak Ayu tetap dapat terlibat, namun secara tidak langsung. ✅
wa'alaikumussalam mb Ayu. Pada awalnya tentu akan menjadi dilema yang amat sangat besar, terutama jika orangtua merasa sudah berkorban terlalu banyak untuk membiayai pendidikan bagi putra-putrinya serta berharap anaknya sukses dengan bekal pendidikan tersebut. Kuncinya, "komunikasikan" dengan orangtua, alasan kenapa tidak bisa mengikuti kehendak orangtua yang ingin kita bekerja. Di sisi lain, bersungguh-sungguhnya dalam proses pengasuhan anak-anak sesuai janji kita, sehingga kelak orangtua merasa bahwa pilihan kita benar. Masalah meneruskan usaha orangtua, barangkali bisa dilakukan oleh oranglain yang lebih profesional dan mbak Ayu tetap dapat terlibat, namun secara tidak langsung. ✅
Pertanyaan ke 4
Assalamu'alaikum.
Sy dan suami sedang merintis usaha di rumah, semau masih kami lakukan sendiri krn blm memungkinkan membayar pekerja, sehingga kesibukan sy drumah bergantung pd jumlah orderan hari itu.
Assalamu'alaikum.
Sy dan suami sedang merintis usaha di rumah, semau masih kami lakukan sendiri krn blm memungkinkan membayar pekerja, sehingga kesibukan sy drumah bergantung pd jumlah orderan hari itu.
Seringkali jika sedang banyak orderan anak2
pun jadi jarang didampingi. Kami biarkan main sendiri seadanya atau dititip pd
neneknya. Tapi sy merasa, ketika anak2 melihat bundanya sibuk di rumah dgn
orderan mereka jadi lebih mencari perhatian. Sebenarnya ini juga terkait NHW
sebelumnya tnt mengatur jadwal harian. Hanya saja saya bingung mengaturnya krn
kesibukan tsb tidak konstan setiap harinya.
Padahal kami memutuskan untk wirausaha di
rumah justru agar waktunya lebih fleksible dgn anak2. Ini upaya kami menjemput
rezeky, tapi kami tak ingin anak2 juga jadi korban kesibukan kami. Bagaimana
sikap sy sebaiknya dn bgmn menyiasatinya?
-fuzy-
Jawab:
Mbak Fuzy, ini memang dilema yang sering dialami oleh pebisnis rumahan yaa. Niat awal berwirausaha dari rumah agar bisa dekat dengan anak-anak, eh pada kenyataannya justru semakin menjauhkan kita dengan mereka, bahkan seringkali tak terperhatikan hingga mereka berusaha "caper". Bagaimana jika anak-anak dilibatkan juga? Misalnya dalam proses pengepakan, atau pemilahan, atau proses yang sekiranya dapat mereka kerjakan sesuai usianya tentu. Siapa tahu, seiring jalannya waktu mereka paham proses usaha orangtuanya dan kelak mbak Fuzy gak perlu menghire tenaga dari luar lagi, sebab anak-anak sudah sangat mahir. ✅
Mbak Fuzy, ini memang dilema yang sering dialami oleh pebisnis rumahan yaa. Niat awal berwirausaha dari rumah agar bisa dekat dengan anak-anak, eh pada kenyataannya justru semakin menjauhkan kita dengan mereka, bahkan seringkali tak terperhatikan hingga mereka berusaha "caper". Bagaimana jika anak-anak dilibatkan juga? Misalnya dalam proses pengepakan, atau pemilahan, atau proses yang sekiranya dapat mereka kerjakan sesuai usianya tentu. Siapa tahu, seiring jalannya waktu mereka paham proses usaha orangtuanya dan kelak mbak Fuzy gak perlu menghire tenaga dari luar lagi, sebab anak-anak sudah sangat mahir. ✅
Pertanyaan ke 5 :
Apa indikator dr kemuliaan diri dan keluarga jika kita sekarang menjadi bunda produktif di ranah publik (pegawai)?
-Astri-
Apa indikator dr kemuliaan diri dan keluarga jika kita sekarang menjadi bunda produktif di ranah publik (pegawai)?
-Astri-
Jawab:
Mbak Astri, indikatornya ada tiga dan itu ada di materi hari ini, yaitu jika bisa:
1. menambah syukur,
2. menegakkan taat
3. berbagi manfaat.
✅
Mbak Astri, indikatornya ada tiga dan itu ada di materi hari ini, yaitu jika bisa:
1. menambah syukur,
2. menegakkan taat
3. berbagi manfaat.
✅
Pertanyaan ke 6 :
Apakah ada 'pertanda', atau indikasi bahwa, ok, saya sudah layak untuk beraktivitas lebih luas, dalam arti menjadi 'bunda produktif', terutama saya yang saat ini masih full di rumah, dengan urusan domestik?
Trm ksh
-Prita-
Apakah ada 'pertanda', atau indikasi bahwa, ok, saya sudah layak untuk beraktivitas lebih luas, dalam arti menjadi 'bunda produktif', terutama saya yang saat ini masih full di rumah, dengan urusan domestik?
Trm ksh
-Prita-
Jawab :
Tanda kita sudah siap dan layak untuk berpindah ke ranah bunda produktif jika hampir semua materi yang ada di tahapan bunda sayang dan bunda cekatan telah dipahami serta dipraktekkan, mb Prita. Namun jika keadaan memaksa untuk melakukannya secara paralel, silakan saja. Misal: saat ini masih berada di ranah bunda sayang, eh ternyata di lingkungan kita anak-anak tetangga kurang mendapat pendidikan adab dan akhlak yang baik, sedangkan kita dapat melakukannya. Ya silakan saja ambil peran sebagai "agen perubahan", seiring dengan proses mendidik anak-anak di rumah. Ingat yaa, definisi bunda produktif di sini artinya "diri kita bermanfaat bagi banyak orang".
Bagaimana caranya? Insya Allah sebelum kelas matrikulasi ini selesai, para Bunda dan Canda akan mengetahuinya. Sabar yaa... Gak lama lagi koq 😉 ✅
Tanda kita sudah siap dan layak untuk berpindah ke ranah bunda produktif jika hampir semua materi yang ada di tahapan bunda sayang dan bunda cekatan telah dipahami serta dipraktekkan, mb Prita. Namun jika keadaan memaksa untuk melakukannya secara paralel, silakan saja. Misal: saat ini masih berada di ranah bunda sayang, eh ternyata di lingkungan kita anak-anak tetangga kurang mendapat pendidikan adab dan akhlak yang baik, sedangkan kita dapat melakukannya. Ya silakan saja ambil peran sebagai "agen perubahan", seiring dengan proses mendidik anak-anak di rumah. Ingat yaa, definisi bunda produktif di sini artinya "diri kita bermanfaat bagi banyak orang".
Bagaimana caranya? Insya Allah sebelum kelas matrikulasi ini selesai, para Bunda dan Canda akan mengetahuinya. Sabar yaa... Gak lama lagi koq 😉 ✅
Pertanyaan ke 7 :
Saya paham bahwa untuk menjadi "Bunda Produktif" kita harus fokus pada usaha sebagai aktualisasi diri dan asas kemanfaatan sebagai amal kita. Juga bahwa rizki itu tidak akan tertukar dan dijamin oleh Allah.
Saya paham bahwa untuk menjadi "Bunda Produktif" kita harus fokus pada usaha sebagai aktualisasi diri dan asas kemanfaatan sebagai amal kita. Juga bahwa rizki itu tidak akan tertukar dan dijamin oleh Allah.
Namun, kita kaum hawa khususnya
"ibu-ibu" 😬 sering
dihantui kegalauan saat mulai berbisnis/merintis usaha sendiri. Nah,
pertanyaannya, gimana caranya agar kita nggak galau lagi. Nggak mikirin
"gimana kalo begini dan begitu" serta kekhawatiran2 semacamnya.
Terima kasih.
~ Cici ~
Jawab :
Mbak Cici, jawabannya "ya gak usah dipikirin" *ngutip gaya pak Dodik 😅 ✅
Mbak Cici, jawabannya "ya gak usah dipikirin" *ngutip gaya pak Dodik 😅 ✅
Tanggapan dari pertanyaan Mba Cici karena
masih merasa belum terjawab :
Fasil: Coba dijabarkan lagi mbak cici,
kegalauan seperti apa itu? Saya masih gak ngeh di kalimat ini "gak mikirin
"gimana kalo begini dan begitu" serta kekhawatiran2
semacamnya." 😅
Mba Cici : Misalnya, buat saya pribadi, saya
fokus menulis sebagai bidang yang ingin saya tekuni. Tapi seringkali nggak
seideal yang ada di materi kali ini (bahwa kita harus fokus pada usaha/aksi dan
fokus ke manfaat apa yang bisa kita beri). Saya masih sering galau tentang
berapakah post viewernya nanti, bagaimanakah respon netizen atas tulisan saya,
dan semacamnya.
Pertanyaan tambahan saat diskusi berlangsung
:
Mbak Gheena,
Skrg ini sy usaha bareng suami, sudah 5th lebih. Hal ini menyebabkan kami alhamdulillah hampir bareng terus tiap hari, krn ngantor pulang pergi bareng. Di rumah sy ada 3 anak. Saat ini jam kerja sy sn-jm jam 9-19. Kadang krn ksibukan pekerjaan, tidak jarang jg baru jam 21 atau 22 baru sampai rumah.
Skrg ini sy usaha bareng suami, sudah 5th lebih. Hal ini menyebabkan kami alhamdulillah hampir bareng terus tiap hari, krn ngantor pulang pergi bareng. Di rumah sy ada 3 anak. Saat ini jam kerja sy sn-jm jam 9-19. Kadang krn ksibukan pekerjaan, tidak jarang jg baru jam 21 atau 22 baru sampai rumah.
Sy sering minta ijin pulang duluan sama
suami, namun di satu sisi suami jg minta didampingi untuk meeting2 dluar, atau
minta sy menyelesaikan ini itu dl. Akhirnya pulang malam lg malam lg 😅
Sy kadang bertanya2 dan merasa waktu sama
anak2 msh kurang. Tapi kondisi sperti itu. Yg bgini, sbenanrnya sy ranah
domestik atau ranah publik ya mbak ..? Baiknya gmn ya mbak...? 😅
- Ernalistia –
- Ernalistia –
Jawab:
Coba komunikasikan kembali dengan suami, ya mbak Erna. Sampaikan bahwa saat ini anak2 lebih membutuhkan perhatian orangtua, terutama ibunya. Jangan sampai menyesal, saat kita sudah punya waktu luang, ternyata anak2 sudah tidak membutuhkan kita lagi.
Tambahan juga, yang namanya mengejar rejeki tidak akan pernah ada habisnya. Bukankah "rejeki itu pasti, kemuliaanlah yang harus dicari"?
*semoga jawaban saya bisa sedikiit membantu 🙂
Coba komunikasikan kembali dengan suami, ya mbak Erna. Sampaikan bahwa saat ini anak2 lebih membutuhkan perhatian orangtua, terutama ibunya. Jangan sampai menyesal, saat kita sudah punya waktu luang, ternyata anak2 sudah tidak membutuhkan kita lagi.
Tambahan juga, yang namanya mengejar rejeki tidak akan pernah ada habisnya. Bukankah "rejeki itu pasti, kemuliaanlah yang harus dicari"?
*semoga jawaban saya bisa sedikiit membantu 🙂
Komentar
Posting Komentar