_Matrikulasi Ibu Profesional Sesi #6_ *Motivasi Bekerja Ibu*

_Matrikulasi Ibu Profesional Sesi #6_

*Motivasi Bekerja Ibu*


Ibu rumah tangga adalah sebutan yang biasa kita dengar untuk ibu yang bekerja di ranah domestik. Sedangkan Ibu Bekerja adalah sebutan untuk ibu yang bekerja di ranah publik. Maka melihat definisi di atas, sejatinya semua ibu adalah *_ibu bekerja_* yang wajib professional menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik.
Apapun ranah bekerja yang ibu pilih, memerlukan satu syarat yang sama, yaitu

kita harus “SELESAI” dengan management rumah tangga kita

Kita harus merasakan rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga anda yang memilih sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik, akan lebih professional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Anda yang Ibu Bekerja di ranah publik, tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah domestik.
Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah motivasi kita bekerja ?
Apakah masih *ASAL KERJA*, menggugurkan kewajiban saja?
Apakah didasari sebuah *KOMPETISI* sehingga selalu ingin bersaing dengan orang/ keluarga lain?
Apakah karena *PANGGILAN HATI* sehingga anda merasa ini bagian dari peran anda sebagai Khalifah?

Dasar motivasi tersebut akan sangat menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga dan pekerjaan kita.
Kalau anda masih “ASAL KERJA” maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, anda menganggap pekerjaan ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan.
Kalau anda didasari “KOMPETISI”, maka yang terjadi anda stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses

Kalau anda bekerja karena “PANGGILAN HATI” , maka yang terjadi anda sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa _MENGELUH_.

*Ibu Manajer Keluarga*
Peran Ibu sejatinya adalah seorang manager keluarga, maka masukkan dulu di pikiran kita

*_Saya Manager Keluarga_*
kemudian bersikaplah, berpikirlah selayaknya seorang manager.

Hargai diri anda sebagai manager keluarga, pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas anda sebagai manager keluarga.

Rencanakan segala aktivitas yang akan anda kejakan baik di rumah maupun di ranah publik, patuhi

Buatlah skala prioritas

Bangun Komitmen dan konsistensi anda dalam menjalankannya.

*Menangani Kompleksitas Tantangan*
Semua ibu, pasti akan mengalami kompleksitas tantangan, baik di rumah maupun di tempat kerja/organisasi, maka ada beberapa hal yang perlu kita praktekkan yaitu :

a.      PUT FIRST THINGS FIRST
Letakkan sesuatu yang utama menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama tentulah anak dan suami. - Buatlah perencanaan sesuai skala prioritas anda hari ini - aktifkan fitur gadget anda sebagai organizer dan reminder kegiatan kita.
b.      ONE BITE AT A TIME
Apakah itu one bite at a time? Lakukan setahap demi setahap -Lakukan sekarang -Pantang menunda dan menumpuk pekerjaan
c.       DELEGATING
Delegasikan tugas, yang bisa didelegasikan, entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke asisten rumah tangga kita.Ingat anda adalah manager, bukan menyerahkan begitu saja tugas anda ke orang lain, tapi anda buat panduannya, anda latih, dan biarkan orang lain patuh pada aturan anda_*

_Latih-percayakan-kerjakan-ditingkatkan-latihlagi-percayakan lagi-ditingkatkan lagi begitu seterusnya_

Karena pendidikan anak adalah dasar utama aktivitas seorang ibu, maka kalau anda memiliki pilihan untuk urusan delegasi pekerjaan ibu ini, usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke orang lain adalah pilihan paling akhir.

*Perkembangan Peran*
Kadang ada pertanyaan, sudah berapa lama jadi ibu? Kalau sudah melewati 10.000 jam terbang seharusnya kita sudah menjadi seorang ahli di bidang manajemen kerumahtanggaan. Tetapi mengapa tidak? Karena selama ini kita masih

*_SEKEDAR MENJADI IBU_*
Ada beberapa hal yang bisa bunda lakukan ketika ingin meningkatkan kualitas bunda agar tidak sekedar menjadi ibu lagi, antara lain:

Mungkin saat ini kita adalah kasir keluarga, setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang sudah habis, tapi gajian bulan berikutnya masih panjang.

Maka tingkatkan ilmu di bidang perencanaan keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi “managjer keuangan keluarga.

Mungkin kita adalah seorang koki keluarga, tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Dan masih sekedar menggugurkan kewajiban saja. Bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak.Sudah itu saja, hal ini membuat kita jenuh di dapur.

Mari kita cari ilmu tentang manajer gizi keluarga, dan terjadilah perubahan peran.

Saat anak-anak memasuki dunia sekolah, mungkin kita adalah tukang antar jemput anak sekolah. Hal ini membuat kita tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak, karena ternyata aktivitas rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu –ibu yang seprofesi antar jemput anak sekolah.

Mari kita cari ilmu tentang pendidikan anak, sehingga meningkatkan peran saya menjadi “manajer pendidikan anak”.

Anak-anakpun semakin bahagia karena mereka bisa memilih berbagai jalur pendidikan tidak harus selalu di jalur formal.

Cari peran apalagi, tingkatkan lagi…..dst

Jangan sampai kita terbelenggu dengan rutinitas baik di ranah publik maupun di ranah domestik, sehingga kita sampai lupa untuk meningkatkan kompetensi kita dari tahun ke tahun.

Akhirnya yang muncul adalah kita melakukan pengulangan aktivitas dari hari ke hari tanpa ada peningkatan kompetensi.  Meskipun anda sudah menjalankan peran selama 10.000 jam lebih, tidak akan ada perubahan karena kita selalu mengulang hal-hal yang sama dari hari ke hari dan tahun ke tahun.

Hanya ada satu kata

*BERUBAH atau KALAH*

Salam Ibu Profesional,

/Tim Matrikulasi IIP/

SUMBER BACAAN_:
Institut Ibu Profesional, Bunda Cekatan, sebuah antologi perkuliahan IIP,  2015_
Hasil diskusi Nice Homework Matrikulasi IIP Batch #3, 2017_
Irawati Istadi, Bunda Manajer Keluarga, halaman featuring, Success Mom's Story: Zainab Yusuf As'ari, Amelia Naim, Septi Peni, Astri Ivo, Ratih Sanggarwati, Okky Asokawati,Fifi Aleyda Yahya, Oke Hatta Rajasa, Yoyoh Yusroh, Jackie Ambadar, Saraswati Chasanah, Oma Ary Ginanjar, Pustaka Inti, 2009_


SESI TANYA-JAWAB

1)      Bagaimana dengan kondisi ibu yang harus bekerja karena masalah ekonomi, kemudian mendelegasikan pengasuhan anak kepada ayahnya? Banyak kasus seperti ini, walaupun kelihatannya dari luar baik2 saja kondisi rumah tangganya. -Anita Salam-
Jawaban:
Mba anita, jika ibu dan ayah *sudah sepakat* untuk mendelegasikan pengasuhan anak kepada ayah karena masalah ekonomi yg mendesak dan mau tidak mau ibu yg harus bekerja, tidak masalah mba. Tetapi, ibu *tidak bisa menyerahkan sepenuhnya* soal pendidikan anak kepada ayah, ibu tetap harus ambil bagian. Ibu harus bisa memanfaatkan waktu yg ada sebaik mungkin untuk berinteraksi dan mendidik anak. Memang prakteknya tidak mudah, tetapi jika bersungguh sungguh melaksanakannya (biasanya ada yg dikorbankan seperti waktu istirahat berkurang), insyaAllah semua bisa di handle dg baik.
Jika ibu merasa terlalu lelah, selalu diskusikan dg suami dan anak, tanya pendapat mereka dan apa solusinya. https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

2)      Sebagai yang masih single dan tinggal bersama orangtua biasanya berbagi tugas pekerjaan rumah antara mama, saya dan juga adik perempuan ketika bertiga dirumah. Nah saya termasuk nggak mahir di bidang masak-memasak terutama byk yg bilang tangan saya kaku banget walau hanya memegang sebilah pisau untuk urusan mengupas misalnya. Dan hal itu membuat saya nggak pede kelak menjadi istri dan ibu yang harus menjadi manajer handal bagi keluarga untuk satu pekerjaan, bereksperimen di dapur. Terlebih mama termasuk yang nggak mau urusan memasak jadi bertele-tele hanya karena saya, jadi apakah harus belajar lebih ekstra untuk hal ini, atau menggali saja bakat lain agar keterbatasan yg satu ini teratasi??  -Eka-
Jawaban:
mba eka, kita sama mba 
https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f7f/1/16/1f60a.png😊 dulu sebelum menikah, saya juga tidak bisa memasak. Memasak selalu mama dan kakak saya yg handle, sehingga setelah menikah dan jauh dari orang tua, mau nggak mau saya harus bisa memasak walaupun tidak expert. Suami saya tipe orang yg suka makan masakan dirumah. 1 bulan pertama, masakan saya sering gosong. Tapi saya banyak belajar dari itu dan akhirnya saya bisa walaupun tidak expert. Dari situ saya mengambil kesimpulan bahwa memasak bukan perkara mahir atau tidak, tapi mau belajar dan praktek atau tidak https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f7f/1/16/1f60a.png😊 Jika memasak memang bukan hal yg mba sukai, mba cukup belajar sampai level "bisa" aja dan mba bisa menggali dan mengoptimalkan bakat yg lain. Yg terpenting jika sudah menikah nanti, ungkapkan ke suami kalau kita hanya bisa memasak. Diskusikan kepada suami apakah beliau bisa terima (tidak minta masakan yg kita tidak sanggup membuatnya). Kalau bisa, alhamdulillah. Kalau tidak, tanyakan alasannya dan cari solusinya bersama.
Itu yg saya lakukan ke suami sekarang, alhamdulillah suami paham https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f7f/1/16/1f60a.png😊walaupun kadang saya mencoba untuk membuatkan masakan yg ia inginkan untuk menyenangkan suami, kadang saya juga dibantu oleh suami https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

3)      Beberapa tahun silam suami saya pernah membuat pernyataan ini, istri itu ya sebaiknya bisa jadi 'back up' suami, maksudnya dalam hal keuangan keluarga (misalkan suami sakit hingga belum bisa kerja atau bahkan meninggal). Alhamdulillah sampai hari ini Allah masih mencukupkan rizqi kami sehingga saya masih bisa full di rumah. Kalaupun satu dua kali saya mencoba 'jualan' sesuatu itupun uangnya kembali ke saya, katakanlah coba2 lah. Setelah mengikuti kelas demi kelas di IIP ini, memang saya mendapat pencerahan luar biasa, terutama urusan prioritas dan saya ingin memperbaiki urusan pendidikan serta tumbuh kembang anak2. Disisi lain hati saya masih 'terngiang' ucapan suami saya. Memang rizqi itu sudah ditetapkan, begitu pula maut. Hanya saja kadang saya membayangkan bagaimana kalau suami berpulang duluan, sementara saya belum menemukan jalan menjemput rizqi yang lain? Bolehkan kita mempunyai pikiran semacam ini? Terima kasih -Prita-
Jawaban:
kalau hanya sebatas punya pemikiran semacam itu, wajar mba. Kita sebagai manusia memang dianugrahkan kemampuan berpikir. Tapi menjadi tidak wajar jika kita tidak percaya dg janji Allah yg sudah menjamin rezeki kita ada atau tidak ada suami asalkan kita mau berusaha. Sekiranya sekarang Allah masih mencukupkan rezeki lewat suami, mba bisa fokus ke anak. Kalau di iip, prinsipnya *Be a profesional, rejeki will follow* Bisa ditiru langkah bu Septi, totalitas saat membersamai anak2nya. Hasilnya "jarimatika, abaca, jari qur'an & proyek2 keluarga yg skrg sdg berkembang" 
https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

4)      Dalam menjadi ibu manajer yang handal, sudah diniatkan dan direncanakan terutama cara pengasuhan anak. Seringkali saya merasa frustasi karena terbentur konflik dengan orangtua, mertua bahkan berbeda pendapat dengan suami. Bagaimana dalam mengatasi hal tersebut ? Dalam pelaksanaan tugas sebagai ibu, sering merasa tugas tiada habisnya, energi habis terkuras, depresi dan kelelahan baik fisik dan batin dan merasa bagaimana solusi baiknya dan apa ada teknik cepat mengatasi saat rasa frustasi mengerjakan tugas sebagai ibu mulai timbul ? Ayuningdyah-
Jawaban:
mba ayu, kalau saya pribadi, salah satu teknik paling cepat mengatasi saat fruatasi itu datang yaitu langsung menenangkan diri. Bisa dikamar ataupun ditempat tempat yg membuat kita tenang. Jika kita sedang bersama suami, anak atau orang lain, minta izin untuk membiarkan kita menenangkan diri sebentar. Setelah sudah tenang, cari akar masalah yg membuat kita frustasi, uraikan masalahnya dan temukan solusinya satu per satu. *Fokuslah pada solusi, bukan pada masalah. Kadang kita sebagai perempuan, suka sensitif dan berlarut larut dalam rasa frustasi sehingga sering menyakiti perasaan sendiri. Nah, disinilah tugas kita menenangkan diri terlebih dahulu supaya bisa berpikiran jernih. Sebagai perempuan, kita butuh untuk mengungkapkan "uneg uneg" kita dalam bentuk tulisan atau kata kata.  Kalau saya pribadi sering minta kepada suami untuk mengeluarkan "uneg uneg" saya. Saya minta suami untuk mendengarkan dulu sampai saya meluapkan semuanya, kemudian membantu saya menemukan solusi dari masalah masalah tadi. Jadi pak suami sekalian latihan sabar mendengarkan istrinya 
https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f53/1/16/1f605.png😅
Jika kita perlu melibatkan anak untuk mengatasi masalah kita tadi, buatlah forum keluarga, curhat dan cari solusinya bersama.Intinya perasaan yg membuat kita frustasi, jangan dipendam sendiri dan larut dalam perasaan itu. Segera cari akar masalah dan solusinyahttps://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

5)      Assalamualaikum. Menjadi ibu rmh tangga adalah pilihan saya, dan saya sadar ini pilihan benar untuk saya dan keluarga. Tapi saya masih sering jenuh. Bahkan seperti seorang yg kehilangan arah. Terkadang saya bingung antara menentukan prioritas aktivitas yg harus dikerjakan, apakah memasak (agar suami nyaman drmh n lbh ngirit) ataukah mengurus anak2 dan menemani mereka bermain. Bagaimana ini mbak? Mohon solusina, maaf njlimet -Endah-
Jawaban:
Intinya, bicarakan dgn suami "pilih rumah rapi, makanan hangat terhidang, atau rumah boleh agak berantakan, makanan praktis tp bergizi dan anak2 tertangani dengan baik?" Untuk manajemen waktu, gunakan skala prioritas dan kandang waktu. Nanti di nhw#6 akan terjawab. Saya coba share bagaimana bu septi memberikan contoh tentang hal ini. Jawaban bu septi di kelas matrikulasi pengurus iip november lalu : "tetapkan prioritas terlebih dahulu, dan lakukan secara bertahap sedikit demi sedikit. Saya berikan contoh yg saya lakukan saat enes ara kecil ( jarak mereka 15 bln) dan saya tanpa ART Saya komunikasikan dulu ke pak dodik, mana kondisi dari ketiga hal ini yg paling membuat pak dodik bahagia, silakan diurutkan.
1. Anak terurus dengan sangat baik
2. Makanan terhidangkan fresh dari tangan saya
3. Rumah rapi
6)     Ternyata pak dodik memilih urutan 1-3-2 akhirnya saya minta waktu per 3 bulanan unt bisa belajar setahap demi setahap dan satu persatu.Maka pahami kemampuan diri kita, komunikasikan dg orang sekeliling kita, terurama yg masuk di lingkaran 1 kita. https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

7)      Terkait dgn mendelegasikan, Jika mendelegasikan ke orang lain membutuhkan biaya yang lebih besar namun jika dikerjakan sendiri akhirnya menghabiskan waktu utk mengerjakan yang rutin bagaimana? -Astri-
Jawaban:
iya mba, makanya perlajaran pertama di tahapan ibu profesional (bunda sayang, bunda cekatan, bunda produktif dan bunda salehah) itu adalah komunikasi produktif. jadi bu ibu, sayang banget kalau nggak segera menyelesaikan kelas matrikulasi ini (jangan sampai ngulang supaya bisa lanjut di kelas bunda sayang) 
https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f7f/1/16/1f60a.png😊. jika hal yg didelegasikan itu terkait dengan pekerjaan dirumah tangga, cobalah terlebih dahulu untuk berbagi peran dg anggota keluarga lainnya mba (suami dan anak).Jika memang tidak bisa dan diri kita sendiri sudah menerapkan manajemen waktu dengan baik tetapi tetap tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan, maka mintalah pemahaman kepada keluarga mana hal yg paling penting untuk dikerjakan https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

 
8)     1. Dalam poin, *Motivasi Bekerja Ibu*, disitu ada kalimat pamungkas bahwa untuk bekerja (entah di luar rumah atau di dalam rumah), *kita harus SELESAI dalam manajemen rumah tangga* dalam artian semua sudah beres dan terkendali secara profesional.Nah, justru yang saya alami adalah kesulitan dalam memenej waktu. Karena terkadang ingin "kualitas" namun pengerjaannya lama.
Dan saya juga agak bingung dengan prioritas, karena punya dua balita cukup mengambil porsi lebih. Terkadang saya sedang mengerjakan sesuatu yang penting urusan domestik, tapi salah satu anak memanggil dan butuh saya, atau kadang mereka bermain yang harus ada "pawangnya", atau kadang lagi sibuk2nya harus melerai mereka yang berebut mainan misalnya.Jadi pekerjaan yang harusnya sudah selesai, justru mengambil porsi waktu untuk pekerjaan selanjutnya, dan imbasnya akan ada kerjaan yang tertunda.Bagaimanakah cara mengatasinya?
2. Soal aplikasi organizer & reminder, adakah yang bersedia berbagi tentang pengalaman menggunakan aplikasi tersebut?Saya udah install salah satu app organizer (rekomendasi Mba Annisa), tapi masih belum kebayang efektivitas penggunaannya, trus apakah ada apps lain yang lebih efektif & efisien?Mohon pencerahan Mba Fasils & teman-teman
3. Adakah tips & trick dari Mba Fasilitator & teman-teman, tentang bagaimana mengatur jadwal sehari2 agar benar2 kita taati secara disiplin.Intinya, how to be discipline? Terutama buat ibu dua balita tanpa IRT. -Cici-
Jawaban:
1. Mba cici, untuk kasus pertama, sudah terjawab di jawaban no.5 ya mba 
https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f4c/1/16/1f642.png:)
sedikit tambahan, tidak semua yg kita rencanakan harus sesuai dg realisasi karena manusia hanya berencana dan berusaha. Pekerjaan tertunda karena satu dan lain hal itu biasa. menjadi tidak biasa jika terjadi terus menerus. ini yg harus dievaluasi. perbaiki lagi *skala prioritas dan kandang waktu*
2. Soal aplikasi dan reminder, saya gunakan dari yg paling sederhana yaitu kalender yg bisa menambahkan aktivitas disetiap jamnya dan mengaktifkan alarmnya. nah, disini kita harus berlatih *konsisten* terhadap *kandang waktu*

Untuk manajemen waktu, gunakan skala prioritas dan kandang waktu. Nanti di nhw#6 akan terjawab ya mba https://www.facebook.com/images/emoji.php/v8/f33/1/16/2705.png

Komentar

Postingan Populer